Mengapa kita perlu “melacak” kebiasaan? Tulisan pada bulan Mei 2015 oleh Belle Beth Cooper di LifeHacker dapat dijadikan pertimbangan.
Saya telah melacak kebiasaan-kebiasaan saya –dan menghentikannya, selama beberapa tahun lalu, namun tatkala saya melewati bagian singkat tidak melacak kebiasaan-kebiasaan, saya tidak mengerjakan kebiasaan-kebiasaan itu juga. Sesuatu seperti proses memeriksa suatu kebiasaan setiap hari dan menjaga log kemajuan memang meningkatkan motivasi dan kemampuan saya untuk menyelesaikan kebiasaan tsb. setiap hari.
Dari pengalaman saya: ada aspek permainan (gamification) dengan diri sendiri. Pilihan saya pada cara penilaian bersifat catatan pribadi, tidak ada mekanisme publikasi. Dengan kemudahan ketersediaan aplikasi di gawai, saya sempat mencoba beberapa aplikasi dalam kategori “Habit Tracker”, secara umum terdapat batasan untuk aplikasi versi gratis, misalnya jumlah kebiasaan yang dilacak. Sampai akhirnya saya pilih produk berlisensi perangkat lunak bebas, yakni Loop Habit Tracker.
Aplikasi pelacak kebiasaan biasanya dilengkapi fasilitas-fasilitas berikut ini.
- Senarai kebiasaan yang akan dilacak, termasuk dalam hal ini: atribut untuk kebiasaan, kategorisasi, pengingat, dan beragam lainnya.
- Frekuensi pengerjaan kebiasaan tsb., misal jumlah pengerjaan per pekan.
- Rentang pengerjaan kebiasaan, misal dilakukan pelacakan untuk sekian bulan.
- Respon terhadap kegagalan: cara aplikasi merespon jika pengguna gagal memenuhi target.
- Laporan pengerjaan kebiasaan, dalam bentuk tabel atau grafik misalnya.
Dari sisi pengguna aplikasi, beberapa hal perlu diperhatikan sbb.
Aplikasi hanyalah alat bantu, niat mengerjakan kebiasaan tsb. tetap yang paling utama. Baik berupa latihan kebugaran sampai dengan ibadah rutin yang dilacak pengerjaannya, niat harus tetap pada koridor pengerjaan tsb. Jangan sampai pemakai aplikasi terpacu hanya untuk membuat statistik pada aplikasi tampak bagus. Tidak ada gunanya juga berbohong pada diri sendiri, karena pencatatan tsb. dilakukan secara mandiri tanpa pemantauan pihak lain. Lebih-lebih jika berkaitan dengan pencatatan ibadah keagamaan, harus diniatkan lurus perihal tsb. dan perangkat pelacak kebiasaan ini hanya membantu aspek kedisplinan.
Dulukan konsistensi daripada jumlah kebiasaan. Melatih kebiasaan dalam jumlah yang layak dengan tujuan realistis untuk dikerjakan lebih baik daripada mencatat jumlah kebiasaan lebih banyak namun banyak bolongnya. Pilih kebiasaan yang mudah dikerjakan terlebih dulu, selanjutnya pilih frekuensi pengerjaan setiap pekan yang dianggap terjangkau. Setelah mendapatkan pola yang nyaman, frekuensi dapat ditingkatkan, dan selanjutnya tambahan kebiasaan lain dimungkinkan. Sebagian pendapat menyatakan perlu waktu 21 hari untuk membentuk suatu kebiasaan yang cukup kuat.