Terima kasih Dodi Mulyana, yang telah menyebut saya, menggalakkan fotoblog
, dalam provokasinya menarik kembali Priyadi Iman Nurcahyo ke ranah blog. Apakah mikroblog dan fotoblog telah menjadi candu pengalih para narablog dari tradisi menulis selusin paragraf menjadi 140 karakter atau 5 megapixel? Tentu tidak ada arahan resmi, tidak ada Dewan Narablog. Bebaslah kita menikmati aneka media curahan jiwa atau limpahan pemikiran para narablog.
Tapi sejujurnya, saya tidak galak dalam hal fotoblog. Saya ingin menjelajah dunia foto dengan keleluasaan yang berkompromi terhadap kegiatan saya sehari-hari dan memihak pada pengetahuan fotografi saya yang minim. Semacam manifesto, seperti yang sudah diniatkan saat menulis blog beberapa tahun silam. Eksperimen tsb. melibatkan latihan yang sering dan kemauan berbagi dengan pihak lain.
Ini berlebihan dan terlalu serius, agar lebih ringan dan renyah, saya datangi forum-forum yang menjelaskan fotoblog dengan ringan dan bersifat mengajak partisipasi pihak lain. Demikianlah yang saya paparkan di depan remaja anggota Karisma Masjid Salman ITB, di Jalan Ganesha, Bandung. Di acara rutin mereka Ahad pagi, satu sesi dicoba digunakan untuk mengajak mereka memotret dengan kamera yang sudah ada di tangan —ponselmu adalah kameramu sekarang!
Sebagian besar masih bergeming belum sampai pada respon yang menantang, tapi justru inilah tantangan yang lebih gamblang untuk mengajak lebih intensif lagi. Bersama flckrbdg –penulisan yang sulit untuk “Flickr Bandung”– kami berencana mengajak aktivitas fotoblog lewat sosialisasi ke sekolah.
Bagaimana caranya? Untuk sekarang saya belum tahu persis jalur yang dapat digunakan. Hanya terpikir jika ada acara pengenalan blog di sekolah, kami bersedia menjelaskan fotoblog. Terutama untuk Bandung dan sekitarnya, karena mudah dan murah dijangkau. Kontak paling mudah lewat email: ikhlasulamal@yahoo.com.
Anggaplah ini semacam promosi kegiatan agar dunia digital di sekitar kita kian membawa manfaat, sepadan dengan ongkos yang dikeluarkan.
Begitu, Dhodie, apa benar saya galak?
hehe fotoblog itu sekarang terasa lebih nyaman buat aku daripada blog utama. karena jepret dan langsung upload aja, nggak usah mikir tulisan panjang lebar. makanya aku suka posterous 🙂
Kalau aku sebaliknya nih, Mi. (Mencoba) meninggalkan posterous untuk berlatih menulis.
Yay, materi narafoto (terjemahan bebas photoblog?) harusnya dilakukan di luar ruangan dong Mas Amal, sambil memoto. Jangan lupa asal kata fotografi: menggambar dengan cahaya.
Jemputlah cahaya!
Narablog padanan untuk blogger, bukan blog atau blogging, jadi photoblog berpadanan dengan fotoblog dan belum ada kesepakatan untuk photoblogger apakah akan dibuatkan edisi "nara"-nya.
Betul, memotret memang sebaiknya dimulai dengan mengambil foto di luar, namun di acara tsb. saya sama sekali bukan bercerita tentang teknik memotret, melainkan tahap awal menyemangati mereka agar mulai memotret dengan paparan latar belakang dan aspek-aspek di sekitarnya. Dengan bekal presentasi media digital dan lebih banyak berupa wicara, lebih nyaman dan praktis dilakukan di dalam ruangan.
Alasan lain yang juga signifikan: begitulah rencana dari sahibul hajat. 🙂